Klub
ini petama kali berdiri tahun 1904 dengan nama Naples Foo-Ball &
Cricket Club. Adalah pelaut Inggris William Poths dan rekannya Hector M.
Bayon yang menjadi penggagasnya. Para pengusaha lokal, Conforti,
Catterina dan Amedeo Salsi juga terlibat dan akhirnya menjadi presiden
klub pertama Napoli.
Pada
23 Agustus 1926, di bawah presiden Giorgio Ascarelli, klub berganti
nama menjadi Associazione Calcio Napoli. Namun saat masuk pertama kali
ke Serie A, tampuk kepemimpinan berpindah tangan ke Garbutt, di mana
Napoli menorehkan sejumlah kesuksesan dan menjadi klub yang paling
diwaspadai.
Sejak
itu, Napoli mengalami prestasi yang naik turun, termasuk setelah Perang
Dunia II. Napoli keluar masuk Serie A dan Serie B hingga pertengahan
60-an.
Era
keemasan Napoli terjadi di pertengahan 80-an dan awal 90-an, di mana
ada Diego Maradona di dalamnya. Legenda hidup Argentina itu mengantar
Napoli ke berbagai kesuksesan, mulai dari tropi Piala UEFA dan gelar
Serie A.[/font]
IL PARTENOPEI
Menurut
legenda nama asli Napoli adalah parthenopaea. Nama itu diberikan oleh
seorang dewi fortuna perayu bernama Parthenope sebagai ucapan triema
kasih. Konon, karena pembangunan kota Napoli inilah kuburan Parthenope
yang lama ditelan bumi akhirnya muncul lagi. Nama Parthenope memang
sangat berbau Yunani. Tak usah heran, karena dulu kota Napoli ini memang
pernah jadi koloni kerajaan Yunani kuno. Dan mereka menyebut kota
jajahannya Neapolis. Setelah itu Napoli silih berganti jatuh ketangan
banyak penguasa. Dari Romawi kuno, dinasti Norman, Hohenstaufen,
Angevin, Aragon, sampai Spanyol. Josep Bonaparte, saudara kandung
Napoleon, memasukan Napoli dalam kekaisaran Prancis pada awal abad
XVIII, Setelah sempat jatuh ke tangan Dinasti Bourbon, Napoli akhirnya
bergabung dengan Bologna, Parma, Modena, dan Tuscany membentuk
”Persatuan Selatan” pada 1860. Inilah cikal bakal ”Kekaisaran Italia”
yang terbentuk 10 tahun kemudian.
Karena
kekuasaan yang begitu cepat silih berganti itulah kultur Napoli pun
terus bergerak. Tapi pada akhirnya, toh pengaruh Yunani juga yang paling
banyak melekat. Sama seperti yang dialami kebanyakan kota di ujung
Italia Selatan, seperti Maratea dan Reggio di Calabria atau Palermo
serta Messina di pulau Sicilia.
Pengaruh
Yunani itu sampai sekarang masih terasa. Terutama bila anda menelusuri
kawasan yang disebut Spacca Napoli(kota lama) dengan berjalan kaki.
Sebagian jalanannya yang sempit dan berbatu-batu itu adalah warisan kota
tua peninggalan Yunani. Tata kota sebagian kawasanyya pun sangat berbau
Yunani. Tapi bukan itu saja keunikan kota terbesar kedua setelah Roma
di Italia Selatan ini.
Dalam
urusan sepakbola, Napoli juga bisa dibilang sebuah unikum tersendiri
dalam percaturan Seri A. Bayangkan, sebagai kota yang tingkat
kesejahteraannya termasuk rendah untuk Italia, pemegang tiket terusannya
selalu mencapai 70 ribu orang. Angka itu sekitar 97% dari kapasitas
Stadion San Paolo yang megah. Persentase tersebut juga yang tertinggi
dibanding klub-klub besar Italia lainnya. Bahkan mungkin yang tertinggi
di seantero Eropa. Publik Napoli memang sangat fanatik terhadap tim
kesayangannya.
Kata
orang sejarah klub Napoli mengikuti ”hukum pembagian jam” menurut versi
orang bule. Maksudnya, periodisasinya bisa dibagi dua: ”AM” (ante
meridiem) dan ”PM” (post meridiem). Tapi dalam konteks sepakbola, dua
bagian tersebut harus dibaca:”Ante Maradona” dan ”Post Maradona”.
Maradona memang bagian penting, mungkin yang terpenting, dalam sejarah
kota Napoli. Betapa tidak, berkat kehadiran bintang Argentina inilah
Napoli ”masuk” dan diakui sebagian sejarah persepakbolaan Italia.
Pada
pertengahan tahun 1984 Corlaino mendatangkan Maradona dari Barcelona,
klub sebetulnya kekurangan dana hampir I juta US Dollar. Tapi Corlaino
tak kurang akal. Ia minta semua pendukung fanatik Napoli ramai-ramai
menyumbang agar klub bisa menalangi kekurangan itu. Diluar dugaan,
sambutan penggemar ternyata sangat antusias. Ribuan warga kota pelabuhan
itu antre diluar markas klub untuk menyumbangkan dana. Dan hanya dalam
hitungan hari kekurangan dana itu bisa diatasi.
Maradona
pun diboyong ke Napoli pada pertengahan 1984. Ia dibawa ke Stadion San
Paolo dengan helikopter. Di stadion penonton berjubel menunggu
kehadirannya. Padahal untuk itu, mereka masih harus membayar tiket masuk
seribu Lira perorang. Fanatisme yang luar biasa.
Sukses
Maradona tak bisa dilepaskan dari peran pelatih Ottavio Bianchi.
Bintang Napoli lainnya pada masa itu adalah Careca, penyerang asal
Brazil yang jadi tandem di lini depan bersama Maradona. Lini tengah
dipimpin gelandang ulet Fernando De Napoli dan Alemao.
Ada
cerita menarik, dari kejadian perempat final pada piala dunia 1990,
saat Argentina mengalahkan Brazil. Setelah Caniggia mencetak gol,
memanfaatkan umpan matang sang maestro Maradona. Para pemain Brazil
menyemprot Alemao, karena tidak melakukan pelanggaran terhadap rekan
setimnya di Napoli. Padahal, posisinya begitu dekat dengan Maradona,
untuk melakukan tekel yang beresiko pelanggaran. Entahlah, apa karena
karisma Maradona? Yang menjadi temannya di Napoli, membuat Alemao enggan
melakukan tindakan yang kurang ”sportif” . Yang terkesan ekstrem adalah
ketika partai semi final di piala dunia 1990, saat Argentina berhadapan
dengan tuan rumah Italia. Yang kebetulan pertandingan itu digelar di
Stadion San Paolo, kandang Napoli. Dua hari menjelang pertandingan,
Maradona disambut seperti pahlawan.
Bisa
jadi, mereka tetap menyambut hangat karena sangat yakin Italia bisa
mengalahkan tamunya. Tapi ada juga yang menilai sambutan itu tulus.
Maklum warga Napoli memang kurang simpati terhadap timnasnya yang
didominasi pemain dari klub-klub utara. Yang hangat suasana serupa
terlihat pada pertandingan penyisihan Euro 2008. Saat lawan Lithuania
Italia yang menjadi tuan rumah menjadikan San Paolo sebagai tempat
partai kandangnya. Dan sambutan yang antusias didominasi oleh Banner dan
poster Fabio Cannavaro. Maklum Cannavaro sendiri adalah putra asli
Napoli, bahkan dia pun pernah menjadi seorang ball boy di stadion
itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar